Misteri Tapak Kaki Hayam Wuruk di Lasem
Syahrul Ansyari, Dody Handoko
Rabu, 17 Juni 2015, 06:37 WIB
VIVA.co.id - Kerajaan Lasem adalah nama sebuah kerajaan bawahan Majapahit yang berdiri di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur pada abad ke-14. Kerajaan ini banyak meninggalkan bukti sejarah baik yang bercorak Hindu, Buddha, maupun Islam.
Namun, pada masa penjajahan Belanda, peninggalan yang ada di Lasem dihancurkan oleh Belanda (naskah cerita 'sejarah' Lasem). Kerajaan Lasem berganti statusnya menjadi Kadipaten Lasem pada abad ke-15 sepeninggalan Pangeran Wiranegara.
Kerajaan Lasem muncul setelah Tribuwana Wijayatunggadewi membentuk Dewan Pertimbangan Agung atau Bathara Sapta Prabu pada 1351. Salah satu anggota Dewan Pertimbangan Agung adalah Dyah Duhitendu Dewi, adik kandung Hayam Wuruk.
Setelah menikah dengan anggota Dewan Pertimbangan Agung yang lain, Rajasawardana, Dewi Indu, tinggal dan menjadi penguasa di Lasem dengan gelar Putri Indu Dewi Purnamawulan, yang kemudian dikenal sebagai Bhre Lasem.
Dalam Nagarakertagama dan tafsir sejarahnya karya Slamet Mulyana, kisah Dewi Indu dan Rajasawardana tercatat di terjemahan Negarakertagama Pupuh V dan VI. Dalam Pupuh V Ayat 1 disebutkan, "Adinda Baginda raja di Wilwatikta: Puteri jelita, bersemayam di Lasem Puteri jelita Daha, cantik ternama Indudewi Puteri Wijayarajasa".
Mengenal Jamu Awet Muda Raja-raja Jawa
Begitu pula dalam Pupuh VI Ayat 1, "Telah dinobatkan sebagai raja tepat menurut rencana laki tangkas rani Lasem bagai raja daerah Matahun bergelar Rajasawardana sangat bagus lagi putus dalam naya raja dan rani terpuji laksana Asmara dengan Pinggala".
Dalam pupuh yang sama pada Ayat 3 disebutkan, "Bhre Lasem menurunkan puteri jelita Nagarawardani bersemayam sebagai permaisuri pangeran di Wirabumi Rani Pajang menurunkan Bhre Mataram Sri Wikramawardana bagaikan titisan Hyang Kumara, wakil utama Sri Narendra".
"Lasem, merupakan salah satu daerah terpenting Kerajaan Majapahit. Desa Kajar merupakan tempat memberikan pengetahuan serta ajaran agama dan moral kepada para pejabat, panglima, dan prajurit Kerajaan Majapahit," ujar Yon Suprayoga, budayawan Lasem.
Kajar merupakan kependekan dari 'ka' yang berarti kaweruh (pengetahuan) dan 'jar' yang berarti ajaran. Sehingga tahun 1354, Hayam Wuruk berkunjung ke Lasem dan desa Kajar.
Untuk mengenang kunjungan itu sekaligus sebagai prasasti tanda daerah kekuasaan Majapahit, Bhre Lasem membuat ukiran telapak kaki Hayam Wuruk di sebuah batu andesit di lereng Gunung Kajar.
Hingga kini, ukiran telapak kaki itu masih ada dan warga Desa Kajar meyakini ukiran itu sebagai bekas telapak kaki Hayam Wuruk. Warga kerap menyebut batu telapak kaki itu sebagai watu tapak.
"Masuk akal juga jika Hayam Wuruk sampai ke Lasem, karena memang di Negarakertagama diceritakan Hayam Wuruk pernah blusukan ke kerajaaan-kerajaan kecil yang jadi bagian Majapahit," kata budayawan Jombang, Dimas Cokro Pamungkas.
Peninggalan-peninggalan lain Majapahit, seperti gua tinatah, kursi kajar, dan lingga kajar, juga menunjukkan peran penting Desa Kajar selama Majapahit berkuasa. Goa tinatah merupakan dua gua yang terletak di Gunung Kajar.
Gua pertama merupakan tempat menyepi pejabat atau panglima Majapahit. Gua itu hanya muat untuk satu orang. Gua kedua merupakan tempat para prajurit yang dibawa pejabat atau panglima Majapahit itu berjaga-jaga. Gua kedua itu dapat memuat sekitar 15 orang.
Setelah menyepi selama beberapa waktu di gua tinatah, pejabat atau panglima Majapahit itu disucikan dengan air Kajar. Dia duduk di sebongkah batu yang mirip kursi. Warga kerap menyebut kursi itu sebagai kursi kajar.
Selain itu, untuk menghargai desa Kajar sebagai tempat yang membawa kesuburan bagi daerah lain karena banyak sumber mata air, Bhre Lasem membuat lingga berhuruf palawa di dekat lingga pada zaman batu dan salah satu mata air Kajar.
© VIVA.co.id