Menguak Misteri Harta Karun Majapahit
Bayu Adi Wicaksono, Dody Handoko
Rabu, 10 Juni 2015, 06:02 WIB
VIVA.co.id - Konon, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengadakan pesta besar karena kedatangan duta dari Tiongkok, angkatan perang negeri Tartar.
Raja menyuguhkan hidangan dengan perkakas dari emas, mulai nampan, piring sampai sendok.
Para tamu menilai bahwa Majapahit memang negara besar yang patur dihormati. Setelah pesta usai, sebelum para tamu pulang, Hayam Wuruk ingin memperlihatkan kekayaan kerajaan Majapahit.
Semua perkakas dari emas itu dibuang ke Kolam Segaran, tempat di mana pesta itu dilangsungkan.
Menguak Ciri-ciri Satrio Piningit Ramalan Jayabaya
Sebagian masyarakat beranggapan perabot makan yang dibuang ke kolam akan diambil kembali untuk dicuci, setelah para tamu asing itu meninggalkan acara perjamuan. Ada pula yang beranggapan, perabotan yang dibuang ke kolam itu tak pernah diambil lagi.
Sehingga sampai sekarang banyak temuan perabot makan dari emas di kolam Segaran.
Sebenarnya harta karun Majapahit tidak cuma itu. Harta karun yang ditemukan di seputar Trowulan selain berupa uang keping emas, peralatan rumah tangga kerajaan, patung-patung dan candi-candi .
Terdapat kisah tentang Desa Kemasan yang terletak di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Nama desa ini konon berasal dari banyaknya emas di dalam tanah. Emas tersebut adalah peninggalan kerajaan Majapahit.
Pelestarian Trowulan dirintis oleh Henry Maclaine, pendiri ITB. Dia mengajak Adipati Mojokerto dan warga setempat untuk melakukan konservasi pusaka kecil-kecilan di Trowulan.
Henry menemukan situs terpendam dan banyak artefak. Sebagian besar berbalut emas, namun saat pendudukan Jepang Henry ditangkap dan terjadi eksploitasi besar-besaran.
"Saat itu hampir setiap hari ditemukan emas. Sampai muncul para pemburu harta karun selain warga setempat yang ikut memburu emas. Ini terus berlangsung sampai tahun 1965. Terjadi Gerakan 30 September yang membuat warga dan para pemburu harta karun meninggalkan Desa Kemasan. Warga desa kembali menjadi petani dan para pemburu emas yang berasal dari negeri seberang meninggalkan Indonesia," ujar Dimas Cokro Pamungkas, budayawan Trowulan.
Konon, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengadakan pesta besar karena kedatangan duta dari Tiongkok, angkatan perang negeri Tartar.
Raja menyuguhkan hidangan dengan perkakas dari emas, mulai nampan, piring sampai sendok.
Para tamu menilai bahwa Majapahit memang negara besar yang patur dihormati. Setelah pesta usai, sebelum para tamu pulang, Hayam Wuruk ingin memperlihatkan kekayaan kerajaan Majapahit.
Semua perkakas dari emas itu dibuang ke Kolam Segaran, tempat di mana pesta itu dilangsungkan.
Menguak Ciri-ciri Satrio Piningit Ramalan Jayabaya
Sebagian masyarakat beranggapan perabot makan yang dibuang ke kolam akan diambil kembali untuk dicuci, setelah para tamu asing itu meninggalkan acara perjamuan. Ada pula yang beranggapan, perabotan yang dibuang ke kolam itu tak pernah diambil lagi.
Sehingga sampai sekarang banyak temuan perabot makan dari emas di kolam Segaran.
Sebenarnya harta karun Majapahit tidak cuma itu. Harta karun yang ditemukan di seputar Trowulan selain berupa uang keping emas, peralatan rumah tangga kerajaan, patung-patung dan candi-candi .
Terdapat kisah tentang Desa Kemasan yang terletak di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Nama desa ini konon berasal dari banyaknya emas di dalam tanah. Emas tersebut adalah peninggalan kerajaan Majapahit.
Pelestarian Trowulan dirintis oleh Henry Maclaine, pendiri ITB. Dia mengajak Adipati Mojokerto dan warga setempat untuk melakukan konservasi pusaka kecil-kecilan di Trowulan.
Henry menemukan situs terpendam dan banyak artefak. Sebagian besar berbalut emas, namun saat pendudukan Jepang Henry ditangkap dan terjadi eksploitasi besar-besaran.
"Saat itu hampir setiap hari ditemukan emas. Sampai muncul para pemburu harta karun selain warga setempat yang ikut memburu emas. Ini terus berlangsung sampai tahun 1965. Terjadi Gerakan 30 September yang membuat warga dan para pemburu harta karun meninggalkan Desa Kemasan. Warga desa kembali menjadi petani dan para pemburu emas yang berasal dari negeri seberang meninggalkan Indonesia," ujar Dimas Cokro Pamungkas, budayawan Trowulan.