Gus Dimas Dan Saudara Dari Papua |
Sikap toleran juga sangat diperlukan tak terkecuali dalam konteks beragama. Baik itu intern (sesama) maupun ekstern (antar) umat beragama. Dalam kasus intern beragama (Islam), tidak jarang kita mendapati antar organisasi sosial-keagamaan bertengkar karena perbedaan-perbedaan di antara mereka. Begitu juga dalam hal ekstern beragama, sering sekali terjadi konflik yang disebabkan karena berbeda agama. Padahal kalau kita hayati dengan pikiran yang jernih, perbedaan-perbedaan tersebut tidak akan hilang sampai kapan pun karena itu merupakan kodrat ilahi.
Allah SWT berfirman: "...Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan…(QS Al-Maidah: 48).
Ayat ini menyiratkan makna bahwa perbedaan (dalam beragama) adalah kehendak Allah sendiri dengan maksud yaitu untuk menguji manusia dengan perbedaan tersebut, manakah di antara mereka yang paling banyak amal baiknya (fas tabiqul khairat).
Islam sangat menjunjung tinggi nilai toleransi (beragama). Dalam Alquran dikatakan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama (QS Al-Baqarah: 256). Kemudian dikatakan pula, bagimu agamamu dan bagiku agamaku (QS Al-Kafirun: 6).
Berpegang teguh dengan agama yang diyakini adalah suatu keharusan. Tetapi itu tidak berarti menghilangkan sikap toleran dan menghalalkan sikap memaksakan kehendak kepada orang lain.
Ketika seseorang kehilangan sikap toleran, maka yang terjadi kemudian adalah sikap memaksakan kehendak. Apapun akan ia lakukan agar orang lain yang berbeda dengannya itu mengikuti apa yang ia yakini, termasuk dengan cara kekerasan dan pembunuhan.
Ironisnya, kini ada orang atau kelompok yang menghalalkan kekerasan dan pembunuhan dengan mengatasnamakan Islam, padahal Islam sangat menghargai nilai kemanusiaan dan menghargai hak hidup manusia (Lihat QS Al-Maidah: 32).
Sikap toleran dan penghargaan terhadap nilai kemanusiaan ini juga ditampakkan Rasulullah SAW seperti terdapat dalam satu riwayat bahwa Nabi pernah berdiri dari duduknya ketika ada jenazah seorang Yahudi yang lewat didekatnya dan ketika dikatakan kepada beliau bahwa jenazah itu adalah orang Yahudi, beliau bersabda, “Bukankah ia manusia juga?” (HR. Bukhari).
Manusia diciptakan memang berbeda-beda. Tetapi hendaknya perbedaan-perbedaan ini (termasuk perbedaan dalam agama) tidak menjadi pemicu konflik. Dalam hal ini Allah menyuruh kita untuk ta’aruf (saling mengenal). Karena dengan ta’aruf maka kemudian akan muncul sikap menghargai dan toleransi. Dengan toleransi, insyaallah, akan tercipta kedamaian di muka bumi.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal….” (QS Al-Hujurat: 12).